Akhir akhir ini saya sering berpikir , apa iya saya ini materialistis???
Hal ini muncul, karena ada peristiwa saat saya mundur dari proses awal ta'aruf saya, saya hanya sekali bertemu dengan dia, sosok lelaki yang dikenalkan oleh teman saya. Dari awal saya bertemu (tentunya ditemani teman saya), saya menyadari bahwa selalu saya yang banyak bertanya, capek juga karena pengharapan saya begitu besar. Kenapa juga sih beliau gak bawa CV jadi saya ga harus bertanya yang levelnya standard. jadi saya bisa langsung ke titiknya aja. Sampai pada pertanyaan,
A=Saya
B=Masnya
A: "Kerja dimana?"
B : "Satpam Sekolah"
A: (oooow), "satu sekolah sama wulan?"
B: "iya"
A:"kalo kerja disana , kesempatan untuk jadi PNS ada gak sih?"
B: "Ada, tapi gak tahu tuh , sering sih nyoba tapi belum dapat" (nyoba pake jalur sekolah, jadi gak ikut test)
A: OOh..(waduh kerjanya satpam doang (uups, maaf) mungkin kalo beliau ikhwan itu akan jadi nilai plus)
setelah bincang-bincang ini , saya nanya hanya sekedar basa-basi, itupun saya terus yang bertanya, saya gak tahu apa dia grogi, apa dia pendiam saya sama sekali tidak tahu. Setelah itu saya, pamit dengan alasan saya ada janji dengan sepupu saya.
Hari hari berikutnya, saya berpikir terus berpikir, ambil gak ya? ambil gak ya? . Tapi pekerjaannya buat saya mikir berat. Bisa gak ya saya menghormati dia sebagai suami saya kelak, jika ada perbedaan yang mencolok soal penghasilan (saya juga tidak tahu penghasilannya, tapi saya sedikit tahu gaji temen saya di sekolah yg sama yang bekerja sebagai TU, temen saya S1). Saya takut , jika dipaksakan ini jadi sesuatu yang tidak baik untuk kami berdua kelak. Itu dari sisi penghasilan. You know what?, biaya pendidikan mahal, biaya yang lain-lain ampun deh. Apa itu berarti saya materialistis??? saya tidak tahu, mungkin iya, mungkin juga tidak.
Dari segi yang lain, saya Blank sama sekali, karena teman saya yang 'comblangin' saya cuma bisa kasih informasi, "Dia sholat 5 waktunya oke dan jago bikin bumbu ikan bakar" , That's all!!!
Jadilah saya , dibuat bingung , saya gak tahu harus bagaimana dan saya juga tidak tertarik untuk melanjutkan. Karena memang saya tidak tahu perasaan saya, istilahnya I Have No Feeling For Him (ups, sorry). Setiap statusnya di FB pun hanya biasa saja, tidak ada yang menguatkan karakternya.
Saya juga sadar diri, saya tidak sempurna dan banyak sekali kekurangan, tapi dengan memaksakan diri , apakah itu akan baik untuk perkembangan jiwa kami?
Akhirnya, dengan sangat berat (mengingat hadist Rasul, saya terima deh resikonya) saya memutuskan untuk tidak melanjutkan. Saya gak mau nikah karena terpaksa, saya juga gak mau nikah hanya karena sang usia yang terus meneror saya.
Saya ingin menikah karena saya dan orang tsb memang ingin menikah dan membina keluarga sesuai dengan tuntunan Syariat Agama yang saya anut. Saya menikah karena kami memang saling mencintai dan mau berkorban satu sama lain. Katakanlah saya naif, memang!, karena memang saya belum pernah mengalami yang namanya pernikahan, saya hanya mengamati dan mengambil hikmah dari kejadian kejadian yang saya lihat. Atau , mungkin saya terlalu banyak menonton drama.
Pada akhirnya saya mencoba realistis, dan kini saya meringis (hehehehe.....) sambil tertawa, ini ujian paling berat dalam hidup gue. Tapi, gue yakinlah, Allah kan menciptakan manusia berpasang-pasangan, suatu hari nanti pasti gue nikah dan hidup bahagia dan survive. Pasti Allah sudah menyediakan sosok pria yang cocok buat gue, gak perlu ideal, yang penting pengertian. Cuma tinggal tunggu waktu, kamu tahu pepatah?,
Semuanya Akan Indah pada Waktunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar