Untuk keluarga saya yang di jakarta, atau istilah kerennya home mate, masa masa setelah Idul Fitri Tahun ini mungkin menjadi masa- masa sedikit sulit. Peristiwa itu terjadi satu hari setelah Idul Fitri, rencananya hari itu uwak saya dan anak, menantu beserta cucunya akan pergi wisata ke Bogor. Saya tidak ikut, karena kemarinnya saya habis ke dufan dan lelah sekali, jadi saya memutuskan untuk istirahat. Semua yang ikut berangkat, tinggalah s saya dan nenek kesayangan saya menjaga rumah. Hingga beberapa jam kemudian, telepon berdering , mengabarkan uwak saya jatuh saat akan berganti kereta , dan beliau tidak bisa bangun harus dipapah dan memakai kursi roda, dan minta dicarikan tukang urut. Kaget juga terima kabar ini, nenek saya sampai menangis dibuatnya. Beberapa menit kemudian uwak saya datang dengan ojek, dan turun sambil dipapah beberapa orang laki-laki. Tidak lama kemudian, Tukang urut datang, dan terjadilah proses pengobatan yang membuat si pesakitan menjerit - jerit luar biasa.
Hari demi hari berlalu, pengobatan terus dilakukan. Selama uwak saya sakit sampai sekarang saya tulis tulisan ini sudah hampir empat bulan berlalu, dan uwak saya juga berangsur pulih. Dan selama itu pula uwak saya tidak berjualan. Lemari makanan yang sabtu minggu ramai dengan menu makanan, sekarang hampir setiap hari lemari makanan itu kosong. Buat, kami hal itu juga tidak terlalu jadi masalah, karena rejeki sudah diatur oleh Allah, Kadang saya ada rejeki , dibagi, kadang bibi saya yang tinggal di depan rumah saya juga sering mengantar makanan, hebatnya bibi saya ini juga sebenarnya keadaannya pas pasan atau juga kekurangan, tapi dia selalu punya kekuatan untuk selalu memberi. Aku bangga sama bibiku yang satu ini. Bahkan, ada kejadian sepertinya menurut saya menggenaskan, saya makan nasi hanya dengan kerupuk dan kecap, mau nangis juga saat makan tapi harus saya tahan, tengsin kali nangis hanya karena masalah sepele. Kadang uang saya juga pas-pasan. Minggu pagi biasaya kami lewati dengan ngopi, ngeteh sambil makan nasi uduk, bubur atau pecel. Kini, sering kami lewati hanya dengan Teh saja. Allah selalu baik bukan.
Tapi itu tidak seberapa dibandingkan luka batin, yang dialami uwak saya. Uwak saya punya anak dua perempuan. Yang satu sudah menikah dan tinggal tidak jauh dari rumah kami. Saat awal kejadian pasca kecelakaan sih sikapnya biasa saja. Tapi kelamaan, sikapnya itu berubah, sikapnya acuh tak acuh dengan ibunya, tidak pernah bertanya lagi tentang keadaan sang ibu. Bahkan, saat datang dan pulang dari rumah kamipun tak pernah basa-basi untuk pamit. Hal pastinya saya tidak tahu, karena saya tidak pernah bertanya, tapi dari kabar yang saya dapat , hal ini karena , kondisi ibunya tersebut mengacak-acak susunan keuangan sang anak. Sekedar info, pengobatan untuk urut ditanggung oleh menantunya. Yah, wajar sih, tapi keadaan seperti ini tidak ada yang mau bukan? Kalau orang tua sakit siapa yang paling bertanggung jawab? anaknya bukan? Saya juga sadar, saya juga bukan anak yang baik sama orang tua saya (menurut saya loh) tapi setidaknya saya berusaha untuk membuat orang tua saya tidak menangis karena saya. Saya juga tidak tahu gambaran saya seperti apa , jika orang tua saya menghadapi ini semua, satu hal yang saya janjikan kepada diri saya, saya akan terus ada disamping orang tua saya, baik berupa dukungan moral, kasih sayang, dana, pokoknya semampu saya. Kembali, ke kondisi uwak saya. Sikap anaknya tersebut membuat kondisi jiwa uwak saya sedikit goyah, jiwanya terluka. Air matanya sering bercucuran kalo bercerita soal ini. Saya cuma bisa bilang sabar, dan berdoa semoga hati anaknya lembut kembali. Bagaimanapun dia juga seorang ibu, harusnya tahu bagaimana kalau kita juga diperlakukan seperti itu. Tak ada yang lebih menyedihkan selain ditolak oleh darah dagingnya sendiri.
Ujian datang untuk mengukur kualitas diri kita, seperti apa kita jika diuji, itulah diri kita sebenarnya, sama dengan saat kita naik gunung saat dibawah kita masih bisa nyanyi-nyanyi, kebersamaan banget, tapi saat dipertengahan , dimasa-masa sulit menanjak, kita akan jadi diri sendiri. Apakah kita akan tetap menolong teman kita saat kita juga sulit, apakah kita setangguh saat masih di kaki gunung? Apakah kita bisa melalui ujian ini ? tunjuklah ke diri sendiri.--> gue maksudnya. Hehehehe...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar